Pendidikan merupakan sesuatu yang
harus diikiuti oleh semua orang. Dengan pendidikan yang memadai seseorang akan
mampu menjawab tantangan-tantangan global dalam kehidupan. Dengan pendidikan
ini pula harkat dan martabat seseorang akan terangkat, semakin rendah tingkat
pendidikan seseorang, martabat di lingkungannya juga rendah. Namun apabila
seseorang memiliki pendidikan yang tinggi, akan semakin tinggi pula martabat
orang tersebut. Hal ini juga akan berlaku pada bangsa dan Negara. Harkat dan
martabat bangsa Indonesia dimata dunia juga dipengaruhi oleh pendidikan
penduduknya. Negara/bangsa yang pendidikan penduduknya rata-rata rendah maka
dimata dunia martabat bangsa tersebut juga rendah. Namun sebaliknya apabila
pendidikan penduduk suatu bangsa semakin tinggi, maka martabat bangsa tersebut
juga tinggi. Bahkan bangsa-bangsa lain akan bermartabat dan akan
memperhitungkan bangsa tersebut. Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan
harkat/martabat bangsa Indonesia tak henti-hentinya berupayaagar
seluruhpenduduknya mengenyam pendidikan.
Upaya-upaya pemerintah dalam
rangka meningkatkan harkat/martabat bangsa dituangkan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II
Pasal 3 yang berbunyi:
Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab
(Pemprop Jatim, 2003, hal. 6)
Sebagai implementasidari
Undang-Undang tersebut pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam
pendidikan. Kebijakan pembangunan pendidikan dalam kurun waktu 2004-2009
meliputi peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan yang berkualitas melalui
peningkatan akses rakyat terhadap pendidikan yang berkualitas melalui
peningkatan pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan
pemberian akses yang lebih besar kepada kelompok masyarakat yang selama ini
kurang dapat menjangkau layanan pendidikan, seperti masyarakat miskin,
masyarakat yang tinggal di daerah terpencil, masyarakat di daerah-daerah
konflik, ataupun masyarakat penyandang cacat.
Namun demikian upaya-upaya dan
kebijakan pembangunan pendidikan sampai saat ini belum memenuhiharapa. Hal ini
diperkuatdengan uraian/penjelasan yang berbunyi:
Sampai dengan tahun 2003 masih
banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pendidikan sebagaimana yang
diharapkan. Anak usia 7-15 tahun yang belum pernah sekolah masih sekitar 693,7
ribu orang (1,7 %). Sementara itu yang tidak bersekolah lagi baik karena putus
sekolah maupun karena tidak melanjutkan dari SD/Mike SMP/MTs ke jenjang
pendidikan menengah sekitar 2,7 juta orang (6,7 %) dari total penduduk usia
7-15 tahun. Secara komulatif jumlah siswa putus sekolah dalam kurun waktu 2
tahun terakhir mencapai 1,39 juta untuk SD/MI, 535,7 ribu untuk jenjang SMP/MTs
dan 352,6 ribu untuk SMA/SMK/MA (Depdiknas, 2005, hal. 1).
Salah satu indikator tingginya
angka putus sekolah tersebut adalah masalah ekonomi. Krisis ekonomi yang
berkepanjangan belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan ekonomi. Disamping itu
dengan tingginya biaya pendidikan baik langsung maupun tidak langsung, seperti
iuran sekolah, buku, seragam, alat tulis, transportasi, kursus dan lain-lain,
semakin mempersulit bagi kelompok miskin.
Kenaikan harga BBM mulai tanggal
1 Maret 2005 akibat dari pengurangan subsidi BBM, dikhawatirkan akan menurunkan
kemampuan daya beli penduduk miskin. Hal tersebut lebih lanjut akan dapat
menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan
Tahun karena penduduk miskin akan semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan biaya
pendidikan.
Dengan adanya pengurangan subsidi
pengurangan BBM tersebut dan sehubungan dengan penuntasan Wajib Belajar
Sembilan Tahun, pemerintah kembali meluncurkan program bantuan kepada siswa. Kali
ini programnya diberi nama Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi
SD/MI/SDLB/SMP/MTs/SMPLB negeri/swasta dan pesantren salafiyah serta sekolah
keagamaan non Islam serta SD dan SMP yang menyelenggarakan Wajib Belajar
Sembilan Tahun. Melalui BOS peserta didik tingkat dasar akan dibebaskan dari
beban biaya operasional sekolah.
Dari sedikit uraian di atas,
penulisterdorong untuk mengadakan penelitian dengan pokok permasalahan : “Adakah
Efek Bantan Operasional Sekolah dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa di
MTs. YKUI Sambogunung Dukun Gresik?”
Selengkapnya download DISINI